Kamis, 20 September 2012

Kontruktivisme dalam Pembelajaran

Modul 6 Kontruktivisme dalam Pembelajaran PENDAHULUAN Guru adalah pekerja professional yang disemangati oleh idealisme untuk mendidik, dan sangat menyadari perannya yang strategis dalam pembangunan karakter bangsa. Dengan berbagai harapan yang dipercayakan kepada guru, dan berbagai keterbatasan yang dialami, guru tetap harus meningkatkan kualitas kinerjanya, dan tidak berhenti mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang relevan dengan bidang pendidikan dan pembelajaran. Karena itu pembahasan modul ini menjadi relevan, sebab kontrukttivsme oleh sebagian praktisi pendidikan dianggap sebagai pendekatan pendidikan ‘terbaik’ saat ini, meskipun hal ini masih harus dikaji bagaimana penerapannya dalam pembelajaran di kelas. Pendekatan kontruktivisme dianggap sebagai fenomena baru yang menjanjikan dalam upaya melaksanakan pembelajaran yang efektif dan mendukung mengembangkan potensi siswa secara optimal. Pendekatan ini memang mempunyai ciri khusus yang berbeda dengan pendekatan pembeljaran sebelumnya. Sebagai guru, kita perlu mempunyai pemahaman yang utuh dan mendalam tentang berbagai pendekatan dalam pembelajaran, termasuk pendekatan kontruktivisme. Dengan demikian, kita akan mempunyai dasar atau landasan berpikir yang luas dan integrative dalam mengambil berbagai keputusan pembelajaran. KEGIATAN BELAJAR 1 Pengertian dan Ruang Lingkup Perspektif Kontruktivisme Pembahasan mengenai pengertian pendekatan perspektif konstruktivisme akan menjadi lebih bermakna bila dikaitkan dan dibandingkan dengan perpektif pendidikan terdahulu, seperti behaviorisme, kognitivisme, dan sebagainya. A. PERKEMBANGAN PERSPEKTIF BELAJAR Pendekatan atau perspektif pendidikan utama yang mempunyai dampak luas dalam pelaksanaan pendidikan, yang mencakup perspektif behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme. 1. Behaviorisme Selama beberapa dekade, perspektif ini sangat berpengaruh pada penyelenggaraan pendidikan. Pada dasarnya perspektif Behaviorisme menjelaskan bahwa seseorang akan berubah perilakunya (belajar) apabila dia berada dalam kondisi belajar yang meregulasi perilaku. Perspektif ini menggunakan ganjaran (reward) dan hukuman (punishment) konsekuensi sebagai penguatan terhadap belajar. Persepsi dan harapan siswa terhadap ada tidaknya konsekuensi ini akan mempengaruhi perubahan perilaku ke arah tujuan belajar. 2. Kognitivisme Pendekatan ini dapat dikatakan merupakan reaksi terhadap behaviorisme yang dinilai bersifat mekanistik dalam menjelaskan fenomena belajar. Perspektif kognitivisme menekankan pentingnya interaksi kondisi internal dan eksternal siswa, serta struktur kognitif yang dimiliki. B. PENGERTIAN PERSPEKTIF KONTRUKTIVISME Pada dasarnya, perspektif ini mempunyai asumsi bahwa pengetahuan lebih bersifat konstektual daripada absolute, yang memungkinkan adanya penafsiran jamak. Pendekatran konstruktivisme mempunyai pemahaman tentang belajar lebih menekankan proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata piker dan skema berpikir seseorang. C. KONTRUKTIVISME INDIVIDUAL DAN KONTRUKTIVISME SOSIAL Untuk dapat memahami perspektif konstruktivisme dengan utuh perlu dibahas dua sisi bentuk konstruktivisme, yaitu konstruktivisme individual (individual constructivism) dan konstruktivisme sosial (social constructivism). 1. Konstruktivisme menurut Piaget Piaget menjelaskan pentingnya berbagai faktor internal seseorang seperti tingkat kematangan berpikir, pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, konsep diri, dan keyakinan dalam proses belajar. Menurut Piaget, proses berpikir melibatkan dua jenis proses yang saling berhubungan, yaitu ‘mengorganisasikan’ (organizing) dan ‘mengadaptasi/ mengubah’ (adapting) informasi dan pengetahuan. Ketika mengorganisasikan pengetahuan, yang dilakukan seseorang adalah membedakan informasi yang penting dari yang tidak penting, atau konsep utama dengan jabarannya, serta melihat saling keterkaitan antara satu konsep dengan konsep lainnya. Disamping itu, seseorang akan melakukan adaptasi ketika belajar, yaitu melalui asimilasi dengan cara mengaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki, atau melalui proses akomodasi terhadap pengetahuan baru, dengan sedikit banyak mengubah struktur kognitif yang telah dimiliki. 2. Konstruktivisme Menurut Vgotsky Vygotsky berpendapat bahwa pengetahuan dibangun secara sosial, dalam pengertian bahwa peserta yang terlibat dalam suatu interaksi sosial akan memberi kontribusi dan membangun bersama makna suatu pengetahuan. Dengan demikian proses yang terjadi akan beragam sesuai konteks kulturalnya. Proses dan konteks cultural yang beragam juga menghasilkan ‘belajar’ yang beragam pula. Perbandingan berbagai perspektif belajar Tabel perbedaan Berbagai Komponen Teori Belajar Aspek Belajar / Teori Behaviorisme Kognitivisme Konstruktivisme Definisi belajar Perubahan perilaku atau perilaku baru yang diperoleh sebagai hasil respon terhadap suatu rangsangan. Gejala internal mental seseorang yang dapat dilihat dalam perilaku maupun yang tidak terlihat. Proses membangun atau membentuk makna, pengetahuan, konsep dan agagsan melalui pengalaman Prinsip belajar Perilaku seseorang dipengaruhi oleh rangsangan dari luar. Konsekuensi perilaku, berupa ganjaran atau hukuman, harus segera diberikan sebagai penguat perilaku. Seseorang memproses secara mental informasi yang diperoleh, menyimpan dan menggunakannya untuk menghasilkan perilaku tertentu. Seseorang membangun suatu realitas berdasarkan pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Implikasi dan aplikasi dalam pembelajaran Merancang kondisi belajar yang efektif dengan merumuskan tujuan belajar dan langkah-langkah pembelajaran yang jelas, menggunakan hukuman sebagai ‘penguat’ perilaku yang dihasilkan. Membantu siswa memproses informasi dengan efektif, dengan cara menyusun materi peembelajaran dengan sistematis dan akurat membuat hubungan antara pengetahuan barudengan struktur kognitif yang sudah dimiliki pebelajar. Mendorong siswa bersikap lebih otonom dalam ‘menterjemahkan’ pengetahuan yang diperoleh, melalui memecahkan masalah yang riil, kompleks dan bermakna bagi siswa, dialog dalam kelompok belajar bersama, bimbingan dalam proises pembentukan pemahaman. D. PENGGUNAAN TEORI BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN Pembelajaran di kelas sebaiknya tidak mengacu hanya kepada salah satu teori saja, dalam penerapannya setiap teori mempunyai kebaikan dan kekurangan. Untuk mencapai tujuan secara efektif, berbagai perspektif atau teori belajar dapat digunakan secara eklektik (dipilih sesuai dengan kondisi) yang diwujudkan dalam bentuk strategi pembelajaran dikaitkan dengan kompleksitas tujuan. Strategi pembelajaran berlandaskan teori behaviorisme dapat digunakan untuk memfasilitasi penguasaan materi pelajaran yang memerlukan kemampuan pada tingkat memproses informasi, seperti mengingat, membedakan, dan membuat asosiasi. Strategi pembelajaran berlandaskan teori kognitif dapat digunakan untuk mengajarkan siswa dalam teknik pemecahan masalah menggunakan fakta dan rumus atau prinsip tertentu yang membutuhkan kemampuan yang lebih kompleks untuk memproses informasi, seperti membuat kategori, skema, dan analogi. Strategi pembelajaran berlandaskan teori konstruktivisme dapat digunakan untuk mengkaji permasalahan yang memerlukan refleksi. Selain itu, diperlukan pula untuk kemampuan memproses informasi yang tinggi, seperti pemecahan masalah secara heuristic, memonitor strategi kognitif, dan sebagainya. Berdasarkan pendapat ini, guru dapat menggunakan berbagai variasi aplikasi praktis teori-teori tersebut sesuai dengan kondisi pembelajaran. Sebagai contoh, apabila hasil belajar yang diharapkan sederhana, seperti ‘dapat mengidentifikasi berbagai jenis batu-batuan’ maka pendekatan behavioristik (pemberian stimulus berupa informasi langsung) akan lebih efektif. Tetapi untuk tujuan belajar yang lebih kompleks, misalnya ‘membedakan jenis dan sifat batu’ dapat saja digunakan pendekatan yang bersifat konstruktivis, yaitu dengan menugaskan siswa untuk mengamati ‘perilaku batu dalam air’ secara bekelompok dan mendiskusikan apa yang mereka amati. KEGIATAN BELAJAR 2 Karakteristik Pembelajaran Konstruktivistik A. KARAKTERISTIK PERSPEKTIF KONSTRUKTIVISME Beberapa karakteristik yang juga merupakan prinsip dasar perspektif konstruktivisme dalam pembelajaran adalah sebagai berikut : 1. Mengembangkan strategi alternatif untuk memperoleh dan menganalisis informasi. 2. Dimungkinkannya perpektif jamak dalam proses belajar. 3. Peran siswa utama dalam proses belajar, baik dalam mengatur atau mengendalikan proses berpikirnya sendiri maupun ketika berinteraksi dengan lingkungannya. 4. Penggunaan scaffolding dalam pembelajaran. 5. Peranan pendidik/guru lebih sebagai tutor, fasilitator dan mentor untuk mendukung kelancaran dan keberhasilan proses belajar siswa. 6. Pentingnya kegiatan belajar dan evaluasi belajar yang otentik. Prinsip-prinsip dasar tersebut dapat diterapkan guru dalam pembelajaran, misalnya dengan : 1. Mengembangkan strategi alternatif untuk memperoleh dan menganalisis informasi Siswa perlu dibiasakan untuk dapat menemukan (mengakses) informasi dari berbagai sumber, seperti buku, majalah, koran, pengamatan, wawancara, dan dengan menggunakan internet. Siswa perlu belajar menganalisis informasi, sejauh mana kebenarannya, asumsi yang melandasi informasi tersebut, bagaimana mengklarifikasikan informasi dan menyederhanakan informasi yang banyak. 2. Dimungkinkannya perspektif dalam proses belajar Sebagai suatu proses dialogis baik antara siswa dengan guru maupun dengan siswa yang lain, dalam belajar akan muncul pendapat, pandangan dan pengalaman yang beragam. Dalam menjelasakan suatu fenomena, di antara siswa pun akan terjadi perbedaan pendapat yang dipengaruhi oleh pengalaman, budaya dan struktur berpikir yang dimiliki. 3. Siswa mempunyai peran utama dalam proses belajar, baik dalam mengatur atau mengelola proses berpikirnya sendiri maupun ketika berinteraksi dengan lingkungannya Siswa harus aktif dalam kegiatan belajar bersama. Dalam hal ini, siswa perlu terlatih untuk ‘mendengarkan’ dan mencerna dengan baik pendapat siswa lain dan guru. 4. Penggunaan scaffolding dalam proses pembelajaran Scaffolding merupakan proses memberikan tuntunan atau bimbingan kepada siswa untuk mencapai apa yang harus dipahami dari apa yang sekarang sudah diketahui. 5. Peranan pendidik/guru lebih sebagai tutor, fasilitator atau mentor untuk mendukung kelancaran dan keberhasilan proses belajar siswa Dalam hal ini terjadi perubahan paradigm dari ‘pembelajaran berorientasi guru’ menjadi ‘pembelajaran berorientasi siswa’. Siswa diharapkan mampu untuk secara dasar dan aktif mengelola belajarnya sendiri, dalam arti mempunyai pemahaman tentang tujuan belajarnya dan penertian yang jernih mengapa tujuan beelajar tersebut mempunyai nilai bagi dirinya, serta bagaimana dia akan mencapainya. 6. Pentingnya kegiatan belajar dan evaluasi belajar yang otentik Yang dimaksud dengan kegiatan belajar yang otentik adalah seberapa dekat kegiatan yang dilakukan dengan kehidupan dan permasalahan nyata (sesungguhnya) yang terjadi dalam masyarakat, yang akan dihadapi siswa ketika berusaha menerapkan pengetahuan tertentu. B. MENGEMBANGKAN KOMUNITAS PEMBELAJAR DI KELAS Suasana dan kegiatan pembelajaran dapat dikemas bersifat kompetitif atau kolaboratif, tergantung tujuan yang ingin dicapai. Pembelajaran yang bersifat kompetitif dapat menggunakan perlombaan atau pertandingan untuk mencari dan menentukan hasil kerja siapa yang terbaik. Pendekatan ini dapat saja dipilih dengan catatan ada kondisi tertentu yang harus dipenuhi, yaitu bahwa setiap individu siswa mempunyai kemampuan yang setara dan bahwa keberhasilan ditentukan sepenuhnya oleh usaha siswa dan bukan oleh faktor-faktor lain di luar kendali siswa ( Stipek, 1996). Pembelajaran dapat juga dikemas sebagai suatu kegiatan kerja sama (cooperative efforts). Dalam tim siswa bekerja sama untuk ‘mengontruksi’ suatu hasil kerja bersama. Dalam suasana kerja sama siswa biasanya merasa lebih termotivasi untuk belajar dan berprestasi, karena mereka beranggapan kemungkinan untuk berhasil lebih besar (C.Ames, 1984). Dalam proses belajar bersama siswa berpikir dan bekerja bersama dan saling mengamati, atau bahkan meniru, strategi pemecahan masalah dari yang lain. Dalam proses belajar seperti ini jelas bahwa pemahaman yang dihasilkan akan lebih baik dibandingkan dengan pemahaman seorang siswa yang belajar sendiri. Dalam suasana belajar bersama yang kooperatif seluruh siswa membentuk suatu masyarakat pembelajar untuk tumbuh bersama. Dalam pembelajaran collaboratif ada lima aspek yang perlu dipenuhi supaya proses pembelajaran menjadi efektif, yaitu: saling ketergantungan yang positif, tanggung jawab individual, proses kerja kelompok, keterampilan sosial, dan tugas yang spesifik (Johnson, R. & David, 1998). C. MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISTIK Pada bagian berikut ini akan disajikan contoh suatu model pembelajaran konstruktivistik yang disusun dengan mempertimbangkan berbagai karakteristik yang dibahas sebelumnya. Dua model pembelajaran konsruktivistik yang sering digunakan adalah pembelajaran menemukan (discovery learning) dan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning). Cobalah ingat sesuatu yang pernah Anda pelajari dari pengalaman atau percobaan yang anda lakukan sendiri, bukan dari bacaan. Percobaan ini dapat dikategorikan sebagai ‘discovery learning’ karena dalam kesempatan tersebut siswa berinteraksi dengan lingkungan fisik atau sosialnya, yaitu dengan melakukan percobaan lab dan melihat ‘implikasinya’ pada kehidupan sosial. Siswa mencoba untuk mencari tahu dan menjelaskan apa yang terjadi, dan mengapa sesuatu terjadi, dengan menggunakan berbagai sumber belajar, misalnya dengan melakukan studi literatur, atau melakukan wawancara. Supaya percobaan yang dilakukan bermanfaat, sebaiknya siswa telah terlebih dahulu memahami berbagai konsep atau prinsip yang dibutuhkan. Dalam ‘discovery learning’ siswa dapat saja melakukan kesalahan (trial and error) dan kesalahan ini justru menjadi bagian dari proses belajar. Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa seseorang akan mengingat dan menggunakan kembali pengetahuan yang diperoleh, apabila pengetahuan tersebut dihasilkan dari upaya ‘mengontruksi’ sendiri. (McNamara & Healy, 1995). Belajar melalui pengalaman (learning by doing) dalam bentuk eksplorasi dan memanipulasi akan menjadikan sesuatu yang dipelajari diingat untuk waktu lama (long-term memory). Dan khususnya bagi anak-anak usia sekolah dasar, sesuai dengan tahap perkembangannya, mereka lebih mudah memahami suatu fenomena melalui pengalaman konkret, dibandingkan hanya mendengar dari guru saja. Dalam ‘pembelajaran melalui menemukan’ intinya adalah ‘kerja kelompok’, ‘penugasan’ dan ‘berbagai informasi.’ Dalam hal ini guru perlu merancang langkah-langkah sebagai berikut. 1. Menentukan hasil belajar siswa dan merancang tugas, 2. Merancang tahapan atau langkah-langkah sebagai pedoman kegiatan siswa, 3. Memastikan siswa telah memahami konsep dan prinsip yang relevan (prior knowledge), 4. Menugaskan siswa dalam kerja kelompok atau individual, 5. Memberi kesempatan siswa melaporkan temuannya, dan mendorong mereka mengidentifikasikan bagaimana mereka dapat menerapkan temuan mereka dalam konteks yang lain, 6. Memberi balikan dan pengayaan sebagaimana diperlukan. Agar proses pembelajaran menjadi efektif, guru perlu mempunyai sikap sebagai berikut. 1. Pada awal proses pembelajaran siap menjawab pertanyaan siswa dan membantu mereka memulai kegiatan, 2. Mendorong siswa untuk membuat keputusan sendiri, 3. Mendorong siswa untuk membuat pertanyaan ‘apa yang akan terjadi, bila…’ (what-if questions), 4. Mendorong siswa menggunakan metode atau cara belajarnya sendiri, 5. Memfasilitasi diskusi, guru perlu bersikap netral tidak menganggap dan langsung mengoreksi pendapat dan pemikiran siswa yang ‘salah’ tetapi usahakan pendapat tersebut didiskusikan oleh siswa, 6. Memasukkan unsur yang tidak diperkirakan sebelumnya (surprise), 7. Mengusahakan suasana belajar yang menyenangkan. Kegiatan Belajar 3 Konstruktivisme dalam Pembelajaran Bidang Studi A. KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN IPA Dalam proses pembelajaran tersebut guru melakukan kegiatan sebagai berikut. 1. Guru memberi suatu kasus untuk dianalisis oleh siswa secara bersama 2. Guru menugaskan siswa untk mengamati suatu fenomena yang merupakan perwujudan konsep atau prinsif tertentu 3. Guru mengundang dan mendorong siswa untuk berpendapat 4. Guru meminta untuk menjelaskan pendapat nya melalui pertanyaan pertanyaan, tanpa memberikan penilaian bahwa pendapat itu benar atau salah 5. Guru memberikan bimbingan sampai siswa akhirnya dapat membuat kesimpulan sendiri Dalam melaksanakan pembelajaran diskoveri guru perlu memperhatikan beberapa saran sebagsai berikut. 1. Pastikan siswa telah mengenal dan memahami beberapa konsep dasar yang diperlukan relevan dengan tugas yang diberikan guru. 2. Perlu menyusun struktur kegiatan sebagai acuan siswa. 3. Bimbing siswa untuk menghubungkan hasil pengamatan dan analisis mereka dengan berbagai konsep dan prinsip lain. Dengan ini guru menggunakan sistem tematik (thematic instruction) unruk mendorong siswa membuat kaitan hubungan dan berpikir makro. B. PEMBELAJARAN KONTROKTIVISTIK DALAM BIDANG IPS Dalam suatu pelajaran IPS guru menugaskan siswa untuk membentuk kelompok.guru kemudian memberi foto kopi peta provinsi Lampung kepada setiap kelompok setelah beberapa saat memberi kesempatan kepada setiap anggota mencermati peta tersebt, guru bertanya “Coba, apa yang menarik dari nama tempat peta itu?’ siswa bergantian menjabab bahwa banyak nama desa berbahasa jawa, diantaranya seperti ‘Pringsewu’, ‘Sukohardjo’, dan ‘Kalirejo’, Menurut kalian mengapa demikian?’ Guru berusaha untuk membimbing arah berfikir siswa, mengaitkankenyataan tersebut dengan aspek sosial, ekonomi dan budaya atau multikultural dan sebagainya. Dalam kesempatan berdiskusi dengan kelompok, siswa berusaha mengembangkan pemahaman tenetang interaksi berbagai konsep IPS melalui ‘nama desa’. Dalam pembelajaran ini siswa dilatih berfikir lintar disiplin (interdisiplinier) dan multi disiplin. Kedalaman dan konpleksitas tujuan pembelajaran tentunya akan bervariasi sesuai dengan jenjang pendidikan C. EVALUASI DALAM PEMBELAJARAN KONTRUKTIVISTIK Secara fundamental terdapat perbedaan antara tujuan dan cara mengevaluasi hasil belajar antara pendekatan konstruktivis degan pendekatan yang lebih tradisional. Pada pendekatan tradisional misalnya pendidikan behavioristik, fokus perhatian evaluasi lebih kepada hasil belajar berupa pengetahuan atau kemampuan yang dikuasai. Sedangkan pada pendekatan konstruktivis yang menjadi fokos hasil belajar bukan hanya hasil tetapi juga proses yangterjadi ketika siswa berusaha ‘mengkontruksi’ pemahamannya. Dengan begitu perkembangan strategi berpikir siswa juga perlu dievaluasi, apakah siswa telah dapat mengembangkan kemampuan berpikir ‘tinggi’ (analisis, pemecahan masalah), sebagaimana diharapkan oleh pendekatan konstruktivistik. Penutup Dapat disimpulkan bahwa konstruktivisme memberikan landsan konseptual yang memadai untuk berbagai bentuk pembelajaran yang bercirikan konstruktivisme, yang kemungkinan telah dilakukan guru meskipun tidak dengn jelas menyebutnya sebagai pendekatan konstruktivistik. Pendekatan konstruktivistik pada dasarny amerupakan pendekatan pembelajaran yang baik dan sangat berorientasi pada siswa (student center). Yang sering dipertanyakan oleh guru adalah bagaimana membagi waktu untuk dapat melaksanakan pelajaran yang memperhatikan perkembangan proses berpikir dan kemampuan berpikir siswa secara individual, sedangkan mereka dituntut untuk dapat menyelesaikan kurikulum pada waktunya. Belum lagi berbagai tugas administratif pembelajaran yang harus diselesaikan. Dalam hal ini guru harus mempertimbangkan hal-hal apa yang penting dan akan mempunyai pengaruh seumur hidup bagi siswa. Apabila kemampuan untuk berpkir konstruktif dalam memecahkan berbagai masalah penting bagi siswa, bukan kah guru juga perlu mengusahakannya ? Guru perlu membuat imbangan prioritas dan fleksibilitas dalam mengelola pembelajaran. Sesuai dengan benang merah pemikiran modul ini, dalam mengelola pembelajaran guru sebaiknya dapat menggunakan prinsip-prinsip yang diturunkan berbagai perspektif pembelajaran, behaviorisme, kognitivisme, konstruktivisme dan lain-lain, sesuai dengan tujuan dan sifat materi pembelajaran. Dalam hal ini guru perlu mengasah daya kreativitasnya untuk dapat mengembangkan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Rangkuman Prinsip-prinsip konstruktivis dapat digunakan dalam pembelajaran bidang studi, dengan menggunakan tahap pemberian tugas, pembahasan kelompok dan pelaporan. Pendekatan yang dilakukan dapat menggunakan pembelajaran berbasis masalah, tematik dan yang lainnya. Dalam pembelajaran berbasis masalah yang diutamakan dalah berpikir analisis dan intergratif mencari berbagai pemecahan masalah. Pembelajaran tematik dikembangkan supaya siswa mempunyai wawasan interdisipliner atau multidisipliner, dapat mengaikan pengetahuan dari berbagai bidang studi. By : Sugeng, Barabai. 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar